Homo Homini Lupus

on Jumat, 22 Oktober 2010

Tahukah kalian kelebihan Indonesia dibandingkan negara-negara lain terutama di belahan bumi utara? Bangsa Timur, termasuk Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai kesopanan dan nilai sosial. Bagi bangsa barat, membuka aurat bagi kaum wanita dan kaum pria adalah hal yang wajar. Mereka dengan bangga memperlihatkan aurat mereka di tempat umum. Ciuman di depan umum pun adalah hal yang biasa-biasa saja bagi para pasangan yang sedang kasmaran. Bahkan seks bebas pun sudah menjadi aktivitas wajib bagi mereka. Itu karena bangsa barat tidak menjunjung nilai kesopanan dan nilai sosial. Jika kita lihat beberapa film buatan bangsa barat, suasana lingkungan dan masyarakatnya sangat jauh berbeda dengan suasana di Indonesia. Walaupun lingkungan di barat lebih “elite” di bandingkan bangsa timur, namun, masyarakatnya sangat “kaku” dan seolah tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Mereka sangat individualis.


Bandingkan dengan Indonesia, hampir tiap hari Minggu, masyarakat bergotong-royong membersihkan lingkungan sekitar yang bisa di bilang kumuh. Itu karena adat dan tradisi bangsa timur yang menjunjung tinggi nilai sosial dan kesopanan. Dan pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial. Di Indonesia, apabila ada seorang wanita yang berpakaian tidak pantas dan mengumbar auratnya di depan orang lain, wanita itu akan mendapatkan hukuman dari masyarakat. Hanya mengumbar auratnya saja sudah mendapat hukuman sosial apalagi jika ada pasangan yang berbuat seks di luar nikah, bisa-bisa orang itu mendapatkan hukuman pidana dan hukuman akhirat.


Pada dasarnya, manusia bisa dikelompokkan menjadi dua bagian. Yaitu manusia sebagai makhluk individu dan manusia sebagai makhluk sosial.
  1. Manusia sebagai makhluk individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang persis sama. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Kalau seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.
  1. Manusia sebagai makhluk sosial
Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia.


Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya.
Dapat disimpulkan, bahwa manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karrena beberapa alasan, yaitu:
a. Manusia tunduk pada aturan, norma sosial.
b. Perilaku manusia mengaharapkan suatu penilain dari orang lain.
c. Manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain.
d. Potensi manusia akan berkembang bila ia hidup di tengah-tengah manusia.


Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti berinteraksi satu dengan yang lain. Kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antara individu, kelompok sosial, dan masyarakat.


Interaksi adalah proses di mana orang-oarang berkomunikasi saling pengaruh mempengaruhi dala pikiran danb tindakana. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain.


Interaksi sosial antar individu terjadi manakala dua orang bertemu, interaksi dimulai: pada saat itu mereka saling menegeur, berjabat tangan, saling berbicara, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas-aktivitas semacam itu merupakan bentuk-bentuk dari interaksi sosial.


Interaksi sosial terjadi dengan didasari oleh faktor-faktor sebagai berikut:
  1. Imitasi adalah suatu proses peniruan atau meniru.
  2. Sugesti adalah suatu poroses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau peduman-pedoman tingkah laku orang lain tanpa dkritik terlebih dahulu. Yang dimaksud sugesti di sini adalah pengaruh pysic, baik yang datang dari dirinya sendiri maupuhn dari orang lain, yang pada umumnya diterima tanpa adanya kritik. Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya, dengan interaksi sosial adalaha hampir sama. Bedanya ialah bahwa imitasi orang yang satu mengikuti salah satu dirinya, sedangkan pada sugesti seeorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya, lalu diterima oleh orang lain di luarnya.
  3. Identifikasi dalam psikologi berarti dorongan untuk menjadi identi (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah.
  4. Simpati adalah perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan berdasarkan penilain perasaan seperti juga pada proses identifikasi.
Bentuk-bentuk intraksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition), dan pertentangan (conflict). Suatu keadaan dapat dianggap sebagai bentuk keempat dari interaksi sosial, keempat pokok dari interaksi sosial tersebut tidak perlu merupakan kontinuitas dalam arti bahwa interaksi itu dimulai dengan adanya kerja sama yang kemudian menjadi persaingan serta memuncak menjadi pertiakain untuk akhirnya sampai pada akomodasi.


Gilin and Gilin pernah mengadakan pertolongan yang lebih luas lagi. Menurut mereka ada dua macam pross sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu:
  1. Proses Asosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
  2. Proses Disosiatif, mencakup persaingan yang meliputi “contravention” dan pertentangan pertikain.
Adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:
  1. Bentuk interaksi asosiatif
1. Kerja sama (cooperation)
Kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerja sama ada tiga bentuk kerja sama, yaitu:
· Bargainng, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
· Cooperation, proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu carta untuk menghindari terjadinya kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.
· Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempynyai tujuan yang sama.
2. Akomodasi (accomodation)
Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
· Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.
· Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan yang ada.
· Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
· Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangan.
· Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang retial dalam persoalan yang ada.
· Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
· Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.
  1. Bentuk interaksi disasosiatif
1. Persaingan (competition)
Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan kekerasan.
2. Kontraversi (contaversion)
Kontraversi bentuk interaksi yang berbeda antara persaingan dan pertentangan. Kontaversi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikannya dan kebencian terhadap kepribadian orang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.
3. Pertentangan (conflict)
Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi antar individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencapai tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk khusus, antara lain: pertentangan pribadi, pertentangan rasional, pertentangan kelas sosial, dan pertentanfan politik.


Peter Berger mendefinisikan sosialisasi sebagai suatu proses di mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat (Berger, 1978:116).


Salah satu teori peranan dikaitkan sosialisasi ialah teori George Herbert Mead. Dalkam teorinya yang diuraikan dalam buku Mind, Self, and Society (1972). Mead menguraikan tahap-tahap pengembangan secara bertahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain, yaitu melalui beberapa tahap-tahap play stage, game sytage, dan tahap generalized other.


Menurut Mead pada tahap pertama, play stage, seorang anak kecil mulai belajar mengambil peranan orang-orang yang berada di sekitarnya.


Pada tahap game stage seorang anak tidak hanya telah mengetahui peranan yang harus dijalankannya, tetapi telah pula mengetahui peranan yang harus dijalankan oleh orang lain dengan siapa ia berinteraksi.


Pada tahap ketiga sosialisasi, seseorang dianggap telah mampu mengambil peran-peran yang dijalankan orang lain dalam masyarakat yaitu mampu mengambil peran generalized others. Ia telah mampu berinteraksi denagn orang lain dalam masyarakat karena telah memahami peranannya sendiri serta peranan orang-orang lain dengan siapa ia berinteraksi.


Menurut Cooley konsep diri (self-concept) seseorang berkembang melalalui interaksinya dengan orang lain. Diri yang berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini oleh Cooley diberi nama looking-glass self. Cooley berpendapat looking-glass self terbentuk melalui tiga tahap. Tahap pertama seseorang mempunyai persepsi mengenaoi pandangan orang lain terhadapnya. Pada tahap berikut seseorang mempunyai persepsi mengenai penilain oreang lain terhadap penampilannya. Pada tahap ketiga seseorang mempunyai perasaan terhadap apa yang dirasakannya sebagai penilaian orang lain terhadapnya itu.


Pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi itu menurut Fuller and Jacobs (1973:168-208) mengidentifikasikan agen sosialisasi utama: keluarga, kelompok bermain, media massa, dan sistem pendidikan.


Masyarakat itu merupakan kelompok atau kolektifitas manusia yang melakuakn antar hubungan, sedikit banyak bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta telah melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama. Unsur-unsur masyarakat yaitu: kumpulan orang, sudah terbentuk dengan lama, sudah memiliki sistem dan struktur sosial tersendiri, memiliki kepercayaan, sikap, dan perilaku yang dimiliki bersama, adanya kesinambungan dan pertahanan diri, dan memiliki kebudayaan.
  1. Masyarakat Setempat (community)
Masyarakat setempat menunjukan pada bagianmasyarakat yang bertempat tinggal disatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana faktor utama yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar diantara anggota-anggotanya, dibandingkan interaksi dengan penduduk diluar batas wilayahnya.
  1. Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang berbeda, khususnya terhadap perhatian keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lain diabaikan. Lain dengan pandangan orang kota, mereka melihat selain kebutuhan pokok, mereka melihat selain kebutuhan pokok, pandangan sekitarnya sangat mereka perhatikan.
  1. Masyarakat Multikultural
Perlu diketahui, ada tiga istilah yang digunakan secara bergantian untuk mengambarkan masyarakat yang terdiri atas agama, ras, bahasa dan budaya yang berbeda, yaitu pluralitas, keragaman, dan multikultural.
Konsep pluralitas menekankan pada adanya hal-hal yang lebih dari satu (banyak). Keragaman menunjukan bahwa keberadaanya yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat dipersamakan. Sementara itu, konsep multikultralisme sebenarnya merupakan konsep yang relatif baru. Inti dari multikulturalisme adalah kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, gender, bahasa ataupun agama. Jadi, apabila pluralitas hanya menggambarkan kemajemukan, multikulturalisme meberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama diruang publik
  1. Pengaruh Multikultural Terhadap Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Bernegara dan Kehidupan Global
Problematika yang muncul dari keragaman yaitu munculnya berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya sebuah negara, dapat disimpulkan adanya lima faktor utama yang secara gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu, yaitu: kegagalan kepemimpinan, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, krisis politik, krisis sosial, dan intervensi asing.


Realitas keragaman budaya bangsa ini tentu membawa konsekuensi munculnya persoalan gesekan antar budaya, yang mempengaruhi dinamika kehidupan bangsa sebagai kelompok sosial, oleh sebab itu kita harus bersikap terbuka melihat semua perbedaan dalam keragaman yang ada, meenjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan, dan menjadikan keragaman sebagai kekayaan bangsa, alat pengikta persatuan seluruh masyarakat dalam kebudayaan yang beraneka ragam.


Tidak hanya manusia yang bisa menjunjung tinggi nilai sosial, hewan pun bisa menjunjung tinggi nilai sosial. Contoh yang paling kuat yaitu semut. Pasti kita semua pernah melihat segerombolan semut sedang berbaris di dinding rumah kita. Mereka bekerja sama mencari makanan dan mengumpulkannya di suatu sarang mereka. jika kita perhatikan, tiap semut yang berpapasan dengan kawan mereka sesama semut, mereka pasti saling menyentuhkan antena mereka seakan mereka bersalaman satu dengan yang lain walaupun mereka tidak saling kenal sebelumnya. Kita harus bila menteladani sikap semut ini, sesama manusia harus saling melindungi dan menjaga satu sama lain walaupun mereka tidak saling kenal satu sama lain.
Contoh lain tentang hewan yang bersosialisasi adalah serigala. Mereka adalah makhluk yang sangat buas. Mereka hidup secara berkelompok. Mereka pun berburu makanan bersama kelompoknya. Jika ada pemburu yang mengusik salah satu serigala di kawanan terxebut, semua serigala akan melindunginya.
Dari perilaku serigala tersebut, muncullah kalimat “Homo Homini Lupus”. Homo homini lupus adalah ungkapan Latin yang berarti "manusia adalah serigala bagi manusia (sesama)." Pertama dibuktikan dalam Plautus 'Asinaria, kalimat itu ditarik oleh Thomas Hobbes dalam dedikasi karyanya De cive (1651).
Ungkapan kadang-kadang diterjemahkan sebagai "manusia adalah serigala manusia", yang dapat ditafsirkan bahwa manusia memangsa manusia lainnya. Hal ini banyak dirujuk ketika membahas kengerian yang manusia mampu. Di jaman sekarang ini sangat sulit Menjadikan Manusia seperti seorang manusia pada umumnya,sepertinya istilah ini masih tetap berlaku sampai sekarang.
Tidak bisa dipungkiri hidup di dalam suatu negara sangat di butuhkan sosialisasi karena kita tidak dapat Hidup dengan sendirinya tanpa ada manusia lain. Apalagi seperti keadaan sekarang ini kita Hidup di jaman yang serba susah. Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja Mulai dari yang halal sampai yang Haram, tentunya semua itu kita lakukan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Untuk mewujudkan itu semua memang tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu lahirnya sikap saling mangsa dan disinilah Peran Hati nurani & ego sangat dibutuhkan.
Gambaran manusia di jaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan perbuatan terkadang lebih keji dari pada hewan yang paling buas sekalipun, saling sikut, saling berebut, saling tikam bahkan saling memangsa layaknya serigala yang buas siap menerkam mangsanya demi sebuah kepuasan (ambisi).
Sebagai contoh yang terjadi di dalam kehidupan kita seperti tindakan kekerasan, mulai dari perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, serta aksi teror pemboman yang sedang trend di negara kita dan perang dunia yang memungkinkan akan terjadi lagi. Apakah itu disebut manusia? Tidak. Kenapa tidak? Karena itu semua manusia yang melakukanya dan dilakukan terhadap manusia juga? Entahlah.
Seberapa harga sebuah nyawa saat ini? Hanya setumpuk uangkah, yang akan habis dimakan oleh kemunafikan sebagai mahluk yang beradab? Atau hanya sebesar peluru yang menembus tengkorak kepala? Tak ada jawaban yang pasti. Yang pasti adalah Tuhan menciptakan manusia untuk kemuliaan namaNya, bukan untuk melukai sesama yang lain.
Terkadang kita miris memikirkan kehidupan ini, disatu sisi kita lihat banyak orang berjuang untuk menyelamatkan hidup manusia lainnya, disaat yang lain kita lihat banyak yang menyia nyaikan nyawa orang yang kita kasihi atau yang mungkin juga tidak kita kenal?
Tuhan tidak menghendaki kita menjadi serigala bagi sesamanya, Tuhan ingin kita menjadi domba ditengah tengah serigala yang buas. Dia ingin serigala serigala itu saling mengasihi dan menyayangi dengan demikian berubah menjadi domba domba yang manis.
Pengakuan sebagai umat beragamapun yang telah patuh terhadap ajarannya kerap kali sebagai alasan tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Banyak pelaku kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman, masalah Tuhan atau masalah kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu sendiri).
Untuk menghadapi ini semua haruskah kita pun menjadi serigala? Atau hanya diam dan menjadi domba yang berada di tengah-tengah gerombolan para serigala lapar?
Contoh yang paling sering terjadi ada di jalan raya. Banyak orang sering was-was ketika mengendarai sepeda motor untuk berbagai keperluan. Banyak orang yang ciut nyalinya ketika berada di jalan. Orang sekarang seperti tidak lagi sayang nyawanya sendiri. Ketika ada pengendara motor yang berada di jalurnya, tiba-tiba dari arah depan seorang pengendara motor lain dengan seenaknya menggunakan jalur berlawanan hanya untuk menghemat waktu dan menghemat bensin. Jika salah satu tidak ada yang mengalah sedikit, mungkin sudah terjadi kecelakaan.
Jangankan mengalah demi orang lain, jika kita tidak sengaja menyentuh (bukan menyenggol) kendaraan pengendara lain, mata si pengendara langsung melotot. Tak hanya itu, makian sampai ajakaan berkelahi pun akan dilakukan hanya gara-gara menyenggol sedikit motor orang tanpa ada kerusakan yang berarti, sekedar lecet-lecet. Bahkan kita juga pernah mendengar, hanya gara-gara senggolan antara kendaraan di jalan, terjadi perkelahian hingga nyaris merenggut nyawa.
Saat berkendaraan, apalagi dalam kondisi padat dan macet, orang cenderung miskin senyuman, miskin tegur sapa, apalagi minta maaf. Komunikasi, tentu secara singkat, itu terjadi saat butuh informasi alamat atau karena kebingunngan dengan arah jalan.
Sikap mudah marah, mudah tersinggung, tampaknya akumulasi sikap, perasaan, dan pengalaman yang kompleks, yang selama sekian tahun dialami seseorang. Seseorang merasa "kalem" dan tidak mudah bereaksi ketika sedang berkendaraan "diganggu" seseorang. Lambat laun, dalam tahun-tahun belakangan, ia jadi merasa sering mudah tersinggung dan reaktif ketika sedikit saja kendaraannya terganggu pengendara lain. Disinilah manusia diuji untuk mengendalikan emosi.
Jika merujuk John Locke dengan teori tabula rasa-nya, kepribadian atau kemampuan-kemampuan seseorang terbentuk melalui berbagai pengalaman hidup. Bisa jadi, selain pengalaman atau pengetahuan seseorang saat mengendara di perjalanan, film sarat kekerasan, konflik atau kekerasan yang ditayangkan TV dan berbagai media lainnya pun menjadi faktor pembentuk karakter marah dan tersinggung tadi.
Ternyata, lingkungan, baik lingkungan bermain, lingkungan kampus, lingkungan rumah, lingkungan jalan, maupun lingkungan lainnya bisa membentuk karakter seseorang. Barangkali, tugas kita semua, terutama para orangtua, pendidik, dai/ustaz dan komponen lainnya, untuk melakukan edukasi bagi anak-anak dan masyarakat umumnya, sebelum gejala-gejala masif tersebut betul-betul menjadi budaya yang mengkristal pada pribadi-pribadi masyarakat.
Diadaptasi dari berbagai sumber:

1 komentar:

Anonim mengatakan...

saya senang membaca tulisan anda, dan hampir percaya dengan apa yang anda katakan tentang orang indonesia dengan "nilai-ni;ainya" yg berbeda dengan barat. Namun pro kontra miss world 2013 mengundang saya untuk bertanya: apakah anda percaya pada nilai-nilai Indonesia yang anda sebutkan dlm tulisan anda? jika percaya bagaimana pandangan anda tentang pro kontra masalah miss world?
Bagi saya Pro kontra ttg miss world berakar pd "nilai" yg akar perbedaannya sangat jelas, yg satu dimensinya moral, akhlak & Mjalankan kwjib (agama) dan budaya, yakni mendidik masy dan generasi muda utk berakhlak, sedangkan yg pro jelas begitu profan, orientasinya sangat materialistik dan eksploitatif (mengeksploitasi kecantikan wanita) dan berandai-andai hal itu akan menaikkan jumlah turis, sia-sia karena tdk ada apa pun kandungan edukasinya kecuali kesombongan serta tidak sesuai dengan budaya indonesia. namun atas nama pluralisme dan kebebasan serta ham - serta kepentingan pertumbuhan ekonomi mereka tetap melaksanakannya.
sehubungan dengan masalah ini - bisakah anda memberikan pendapat? terima kasih.

Posting Komentar

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya. Jika sekiranya informasi yang saya berikan berguna buat kalian, silahkan isi kotak komentarnya :D