BERAS - NASI

on Jumat, 08 Oktober 2010

Keistimewaan manusia daripada makhluk Tuhan yang lain adalah karena manusia memiliki akal yang berguna untuk mencerna logika yang di input ke dalam otak manusia. Akal manusia sangatlah luas. Bahkan lebih luas daripada apa yang kita bayangkan sebelumnya. Dengan akal, kita bisa mencerna dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk.
Otak juga berfungsi sebagai alat penyimpanan memori. Otak akan terus menyimpan memori manusia hingga akhir hayat hidupnya, dari memori yang baik hingga yang buruk. Tidak hanya otak manusia yang memiliki alat penyimpan memori. Komputer pun memiliki alat penyimpanan memori. seperti yang kita ketahui, komputer memiliki banyak alat penyimpanan memori, antara lain: main memori, register, dan eksternal memori. Bedanya alat penyimpanan memori komputer dengan otak manusia adalah jika memori komputer kapasitasnya terbatas, sedangkan kapasitas memori otak manusia tidak terbatas.


Otak merupakan organ tubuh paling penting, berperan sebagai komputer pengendali seluruh bagian tubuh, seperti untuk mengingat, konsentrasi, mengantuk, mempelajari pengetahuan baru, dan sebagainya.
Otak memerlukan 50% dari seluruh kebutuhan energi atau tenaga dalam tubuh. Kurangnya nutrisi otak, seperti multivitamin, asam amino dan mineral, sangat mempengaruhi daya maksimal otak, yang akhirnya juga mempengaruhi stamina tubuh. Saat pikiran atau otak lelah, tubuh juga akan merasakan lelah, sehingga tidak bisa produktif.
Nutrisi otak sebenarnya tersedia pada makanan seperti ikan, daging, telur, udang, sayur-sayuran, buah-buahan, dan sebagainya. Makanan lain yang dapat dijadikan sebagai alternatif misalnya adalah suplemen makanan yang memberikan nutrisi pada otak.
Dibandingkan dengan bagian tubuh lainnya, otak merupakan organ tubuh yang membutuhkan energi relatif besar dibanding berat, yakni hanya seperlimapuluh bobot tubuh, otak membutuhkan seperlima energi tubuh. Energi disini berarti Zat gula Atau glukosa dan oksigen. Semakin tinggi otak dipakai semakin tinggi kebutuhan glukosanya. Kebutuhan glukosa pada otak, bisa diperoleh dengan mengkonsumsi nasi.
Nasi putih, dikonsumsi oleh lebih dari 500 juta jiwa di Asia Tenggara sendiri. Mulai dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan seterusnya.
Sebuah makanan dasar yang memenuhi kebutuhan karbohidrat kita, berwarna putih, berbentuk lonjong yang imut mengundang selera makan, rasa nikmat memberi kepuasan batin dan lahiriah. Tetap sedap jika dikonsumsi bersama lauk-pauk lain mulai dari tumis daging, sayur cah kangkung yang menggoda, telur goreng, tempe, tahu, bahkan sampai makanan mewah bak steak, dan masih banyak lagi.
Nasi pun bisa dimasak sedemikian rupa menjadi sebuah santapan yang bisa dinikmati semua kalangan dimulai dari pemulung hingga presiden: nasi goreng, nasi kuning, nasi telur, nasi mentega, nasi gila, nasi kucing, dan masih banyak lagi.
Satu lagi kehebatan nasi, di manapun, kapanpun, dalam situasi apapun, bisa mengumpulkan sekelompok orang asing dalam sebuah meja makan dan melupakan perbedaan mereka dengan menikmati nasi dan makanan yang tersedia. Nasi itu hebat ya?
Tetapi, jika kita pikirkan bersama, sebutir nasi itu memiliki sebuah cerita tersendiri yang bisa kita ambil sebagai sebuah pelajaran hidup.
Semua itu dimulai dari tanaman padi. Yang dipanen oleh para petani setelah menguning, dan dipukuli ke sebuah papan agar bulir-bulir padi itu bisa rontok dan dikumpuli. Setelah dikumpuli bulir-bulir padi yang rontok tersebut, mereka akan dibawa dan dituang kedalam sebuah lesung untuk sekali lagi, dipukuli oleh alu-alu. Bulir-bulir padi ini akan lepas dari kulitnya dan akan berubah menjadi butir-butir beras. Setelah itu, semua itu akan dikumpulkan, dikarungi dan dijual sebagai beras siap masak.
Nah, sekarang mari kita bayangkan jika beras itu adalah jati diri kita masing-masing. Dimulai dari awal pertumbuhan. Pada saatnya akan ‘menguning’-matang dengan seiiringnya waktu. Pematangan ini pun tergantung dari kondisi tanah, yang bisa kita artikan kondisi lingkungan di mana kita tumbuh. Namun, ini pun juga bisa menjadi pelajaran, jika memang bibit padi itu sebuah bibit unggul, maka ia pun akan tumbuh dengan baik.
Setelah ‘matang’ maka kepribadian beras itu dicoba. Dibanting dari batang utamanya, mungkin ini bisa kita artikan ketika kita, sebagai remaja atau sebagai seorang individu, ‘dilepas’ untuk merantau di dunia nyata. Setelah kita semua ‘lepas’ dari batang utama kita, yaitu orang tua kita, maka kita dihentak, di’alu’ oleh kenyataan dunia. Setelah bulir-bulir padi itu lepas dari sekamnya, bisa kita artikan sebagai semua topeng dan apapun yang menutupi jati diri kita yang sebenarnya ‘terpecahkan’ atau ‘terkupas’ dan menunjukkan apa buah, apa inti sebenarnya.
Tetapi hati-hati, karena terkadang sekam itu terlihat gemuk dan padat, namun bisa saja kosong, atau berisi beras yang busuk.
Beras itu pun siap masak dan siap untuk disantap.. Coba pikirkan bahwa semua ujian dan semua cobaan itu akan berhasil pada akhirnya akan menjadi sebuah pencapaian yang berarti bagi kita. Sebuah hasil akhir yang sangat memuaskan, yang sangat nikmat yang adalah diri kita sendiri.
Satu hal lagi yang kita semua bisa petik dari nasi adalah, nasi adalah nasi. Dari mana pun, nasi Jepang, Nasi Indonesia, Setra Ramos, Rojolele, Pandan Wangi, apapun, jika dimasak akan menjadi nasi.
Nasi goreng, nasi kuning, nasi kucing, apapun bumbunya, apapun warnanya, apapun rasanya bahan dasarnya adalah nasi.
Begitu pula kita manusia. Bagaimanapun kita menghias diri, menutup diri, menolak diri, membuat diri kita ‘pedas’, ‘asin’, ‘asem’, ‘manis’ (ramai rasanya), kuning, putih, coklat, merah kita adalah diri kita sendiri. Kita tidak bisa menolak kenyataan bahwa kita diciptakan sebagai kita sendiri.
Tidak hanya itu, sebuah beras memiliki banyak filosofi yang tersembunyi di dalamya. Salah satunya beras mengajarkan kita untuk tidak menyombongkan diri. Padi yang semakin berisi, semakin merunduk. Itu artinya seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi, harus rendah hati. Dalam kejadian sehari-hari pun jika kita sedang berjalan kaki, kita harus lihat ke jalan (ke bawah). Jika kita melihat ke atas (mendangak seperti orang sombong), kita tidak akan tahu jika di depan kita ada selokan dan akhirnya kita terperosok ke dalamnya.
Seperti yang kita ketahui, proses sebuah bibit padi hingga menjadi nasi siap santap tidaklah mudah. Butuh proses yang panjang. Cuaca yang tak menentu, hama tamanan, dan faktor lain mempengaruhi kualitas nasi kelak. Dari situ bisa kita petik hikmahnya bahwa hidup itu masih panjang. Jika kita ingin menjadi nasi hangat yang siap disantap, kita harus bisa melalui rintangan cuaca dan hama-hama tanaman yang siap menguji kita. Janganlah kita putus asa, bersabarlah dalam menjalani hidup ini.
Tidak hanya nasi yang mempunyai filosofi, bahan olehan beras lainnya juga memiliki filosofi yang menarik. Salah satunya adalah ketupat, nasi tumpeng, dan nasi goreng.
Siapa sih yang belum pernah merasakan makan ketupat atau? Kebanyakan kita kiranya sudah pernah merasakan ketupat. Apalagi ketika lebaran. Lebaran memang identik dengan ketupat. Dalam masyarakat kita sudah lazim, ketika lebaran tiba selalu membuat dan memasak ketupat.
Ketupat tidak muncul begitu saja. Sebagai sesuatu yang sampai saat ini masih mentradisi dengan baik, tentu ketupat ini bukan sesuatu yang sembarangan. Ia pasti memiliki kesaktian. Ia pasti memiliki nilai-nilai luhur yang religius. Ia memiliki makna terdalam melampui bentuk fisiknya yang sekedar beras dan dibungkus anyaman janur kuning kemudian dimasak. Lalu dimana makna filosofisnya? Sebetulnya makna filosofisnya terkandung pada ketupat itu sendiri dan isinya.
Janur kuning sebagai bahan utama untuk membuat ketupat memiliki makna filosofi yang dalam. Tentu, tidak absah membuat ketupat dengan daun kelapa yang sudah tua atau berwarna hijau. Itu tentu bukan namanya janur. Atau dengan menggunakan “blarak”, daun kelapa yang sudah tua dan kering. Janur yang dipilih pun janur yang tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua, sehingga diperoleh “Janur Kuning”. Janur yang panjang dan agak lebar, bukan janur yang pendek dan kecil.
Dari zaman dahulu hingga saat ini (untuk kalangan tertentu), janur kuning merupakan perlambang sebagai penolak balak. Dalam tradisi Jawa, ketika sebuah keluarga mengadakan hajatan, mantenan misalnya, tak lepas dari janur kuning. Biasanya dipasang di pojok-pojok rumah dan di jalan pintu masuk rumah. Sampai sekarang, kalau kita melihat ada janur kuning dipasang dipinggir jalan tertentu, biasanya tak jauh dari tempat itu ada hajatan manten. Meski pun hanya sebagai penunjuk, tetapi di balik itu bagi si empunya hajat ada makna penolak balak.
Dalam falsafah Jawa, janur bermakna sejane ning nur (arah menggapai cahaya [ilahi]). Adapun kuning bermakna sabdo dadi (yang dihasilkan dari hati atau jiwa yang bening). Dengan demikian, penggunaan janur kuning dalam membuat ketupat atau dalam berbagai hajatan itu mengandung cita-cita untuk menggapai atau memperoleh nur Allah dengan hati atau jiwa yang suci atau bening. Atau keadaan hati dan jiwa manusia yang suci setelah mendapatkan nur (cahaya) dari Allah.
Asalnya yang memiliki makna filosofis itu adalah ketupat yang berbentuk segi empat. Adapun sekarang, ketupat dengan bentuknya yang bervariatif itu, sekedar karena kreativitas tangan manusia, (mungkin tidak memiliki makna yang mendalam dan filosofis).
Bentuk segi empat ketupat melambangkan “kiblat papat limo pancer” atau empat arah mata angin dan satu pusat. Secara alamiyah bentuk ini mencerminkan kesimbangan alam. Secara religius bermakna bahwa kemana pun manusia itu berjalan pasti selalu menuju ke satu arah yaitu Allah, Sang Khalik. Sedangkan secara akhlaki, mencerminkan empat macam nafsu manusia, yaitu amarah (nafsu emosional) aluamah (nafsu untuk memuaskan rasa lapar), supiah (nafsu untuk memiliki sesuatu yang indah), dan mutmainah (nafsu untuk memaksakan diri). Keempat nafsu ini hanya mampu ditaklukkan oleh satu amaliyah, yaitu dengan berpuasa. Dalam tradisi ketupat lebaran, disimbolkan bahwa seseorang yang memakan ketupat, orang itu dianggap sudah mampu menaklukkan keempat nafsu tersebut.
Gabungan janur kuning yang membentuk menjadi anyaman juga memiliki makna filosofis. Bagi orang Jawa, anyaman tersebut memiliki makna berbagai kesalahan dosa manusia. Secara religius manusia itu tempatnya kesalahan dan kealphaan. Adapun ketupat setelah dibelah dua dengan pisau menampakkan warna putih. Ini bermakna kebersihan dan kesucian manusia. Dalam tradisi lebaran, kebersihan dan kesucian itu hanya dapat diperoleh dengan dzikir istighfar selama bulan Ramadhan.
Dalam tradisi masyarakat kita, beras memiliki arti khusus. Ia melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan. Adapun beras dalam ketupat bermakna setelah hati dan jiwa manusia itu bersih dari empat macam nafsu itu dengan melakukan dzikir istighfar, maka manusia akan memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan. Dengan demikian, bisa dimaknai pula bahwa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat itu hanya dapat diperoleh jika manusia dalam masyarakat itu memiliki hati dan jiwa yang bersih dan suci.
Tumpeng merupakan sajian nasi kerucut dengan aneka lauk pauk yang ditempatkan dalam tampah (nampan besar, bulat, dari anyaman bambu). Tumpeng merupakan tradisi sajian yang digunakan dalam upacara, baik yang sifatnya kesedihan maupun gembira.
Tumpeng dalam ritual Jawa jenisnya ada bermacam-macam, antara lain : tumpeng sangga langit, Arga Dumilah, Tumpeng Megono dan Tumpeng Robyong. Tumpeng sarat dengan symbol mengenai ajaran makna hidup. Tumpeng robyong disering dipakai sebagai sarana upacara Slametan (Tasyakuran). Tumpeng Robyong merupakan symbol keselamatan, kesuburan dan kesejahteraan. Tumpeng yang menyerupai Gunung menggambarkan kemakmuran sejati. Air yang mengalir dari gunung akan menghidupi tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan yang dibentuk ribyong disebut semi atau semen, yang berarti hidup dan tumbuh berkembang.
Pada jaman dahulu, tumpeng selalu disajikan dari nasi putih. Nasi putih dan lauk-pauk dalam tumpeng juga mempunyai arti simbolik, yaitu:
Nasi putih: berbentuk gunungan atau kerucut yang melambangkan tangan merapatmenyembah kepada Tuhan. Juga, nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”.
Ayam: ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa). Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk (yang dilambangkan oleh, red) ayam jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.
Ikan Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan banding atau gurami atau lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai. Hal tersebut merupakan symbol ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun.
Ikan Teri / Gereh Pethek: Ikan teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan.
Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan.
Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.
Sayuran dan urab-uraban: Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung symbol-simbol antara lain:
· kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai.
· Bayam (bayem) berarti ayem tentrem,
· Taoge/cambah yang berarti tumbuh,
· Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative,
· Brambang (bawang merah) yang melambangkan mempertimbangkan segala sesuatu dengan matang baik buruknya,
· Cabe merah diujung tumpeng merupakan symbol dilah/api yang meberikan penerangan/tauladan yang bermanfaat bagi orang lain.
· Kluwih berarti linuwih atau mempunyai kelebihan dibanding lainnya.
· Bumbu urap berarti urip/hidup atau mampu menghidupi (menafkahi) keluarga.
Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selamatan biasanya akan menguraikan terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang tahu akan makna tumpeng dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat. Dalam selamatan, nasi tumpeng kemudian dipotong dan diserahkan untuk orang tua atau yang “dituakan” sebagai penghormatan. Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.
Ada sesanti jawi yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan orang tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Di mana pun orang berada, meski harus merantau, harus lah tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.
Mungkin sebaiknya, adakan selamatan dan buatlah nasi tumpeng di Istana Negara, dan Bapak Presiden dapat menguraikan terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang terutama para pejabat, tahu akan makna tumpeng dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat.
Dari semua jenis kuliner khas Asia, ada satu masakan yang dari sejarahnya telah sedemikian mengakar, yakni nasi goreng. Masakan yang dikalangan penggila kuliner disebut nasgor saja ini, memiliki sejarah panjang. Masakan ini dipengaruhi kebiasaan di China sekitar 400 tahun sebelum Masehi yang suka membuang nasi sisa hari sebelumnya. Nasi sisa tapi belum basi itu kemudian diolah dengan mencampurkan aneka bumbu dan digoreng.
Sekarang nasgor bukan “hak prerogatif” masyarakat China, tapi telah menyebar ke seantero dunia, terutama Asia. Di setiap negara yang konsumsi pokoknya nasi, nasgor bahkan telah menelusup dan berpenetrasi dengan budaya kuliner setempat dimana dia hidup. Lihat saja di Indonesia, mulai dari kaki lima hingga hotel berbintang, nasgor selalu ada. Maka jangan heran kalau nasgor sering mejeng bareng menu ‘canggih’ macam steik atau barbeque di sebuah hotel mewah. Atau di warung kelas kaki lima di pinggir jalan.
Uniknya, meski nasi goreng mengalami aneka modifikasi dalam penyajiannya, sepanjang bahannya nasi ditambah aneka bumbu dan digoreng, namanya tetap nasi goreng. Restoran di kota-kota Belanda menyajikan menu ini dengan nama “Nasi Goreng” bukan dengan bahasa Belanda atau Inggris. Nasgor juga jenis makanan yang demokratis, karena cocok-cocok saja dimakan kapan pun. Untuk makan pagi, makan siang atau makan malam sepanjang disajikan hangat-hangat saat asapnya masih mengepul.
Karena demokratisnya itu, semua orang boleh memodifikasinya. Jangan kaget kalau bermunculan aneka jenis nasgor. Mulai dari yang tradisional seperti nasi goreng kambing, nasi goreng pete, atau nasi goreng Jawa, atau nasi goreng ampela ati. Sampai nasi goreng ‘modern’ seperti nasi goreng strawberry, nasi goreng nanas, nasi goreng gila, nasi goreng keju, nasi goreng sosis dan masih banyak lagi.
Bahkan kerapkali orang menyandingkan nasi goreng dengan menu ala western. Dalam resepsi atau pesta yang sajiannya dalam bentuk prasmanan (self service) , banyak orang mengambil setangkup nasi goreng, ditambah sepotong steik, sup kacang merah, lalu ditambah segelas jus. Rasanya?
Bagi kebanyakan orang di berbagai daerah, nasgor seakan menjadi entitas lokal. Ia menyatu dalam keseharian. Meski sekali lagi seperti yang telah disebut di atas, sepanjang bahannya nasi, bumbu dan digoreng, namanya ya.. nasi goreng dan tetap disukai.
Sesuai dengan tempatnya hidup dan bekembang, nasgor banyak mengalami modifikasi. Baik soal rasa maupun bahan pelengkapnya. Nasi goreng Jawa rasanya lebih manis. Rasa manis itu biasanya berasal dari kecap yang diberi agak banyak. Nasgor ala Jawa Timur-an rasanya sedikit lebih pedas dan sering ditambah sambal petis sebagai pelengkap. Di Padang, nasgor juga dibuat dengan rasa agak pedas ditambah aneka sayuran seperti toge dan sawi yang disiwir-siwir.
Yang paling masif dan tentu menggambarkan pluralitas penikmatnya, adalah di kawasan Jakarta. Boleh dibilang malah, Jakarta adalah surganya pecinta nasgor. Barangkali Cuma menu nasgor saja demikian mendiaspora di pelosok-pelosok. Mulai dari warung kaki lima di perempatan lampu merah, kedai atau kafe sampai restoran kelas atas.
Oleh karena beragam dan pluralitasnya warga Jakarta itulah, nasgor pun tersedia dengan aneka macam gaya. Gaya lama identk dengan nasgor biasa yang dijual pedagang nasgor keliling atau kaki lima. Sementara nasgor gaya baru umumnya lebih ‘centil’ yakni ditambah pelengkap seperti strawberry atau nanas. Bagaimana mungkin rasa buah-buahan bisa menyatu dalam nasgor? Bisa saja..karena ternyata bukan rasa buah itu yang berusaha menyatu, melainkan rasa nasgornya yang seolah ‘membuka diri’. Jadi perpaduan keduanya menghasilkan rasa baru yang lebih menggigit. Dan tentu saja Maknyus!
Banyak ‘kecentilan’ lain yang ditawarkan nasgor di berbagai restoran atau warung makan. Sekarang tentu tak sulit mencari nasgor sosis, nasgor seafood, nasgor keju, atau nasgor ‘awut-awut’. Nah yang disebut terakhir ini bisa dibilang nasgor eksperimen, karena pembuatnya bereksperimen mencampurkan aneka bahan seperti potongan bakso, sosis, ampela ati, daun sawi yang kemudian di awut-awut bersama nasgor. Rasanya? Bener-bener semrawut! Tapi ueenak…
Nasgor memang disukai aneka kalangan, mulai dari kalangan bawah sampai yang berdasi. Tak heran kalau sampai Presiden Barack Obama saat menelepon presiden SBY bilang, “ Saya kangen nasi goreng…!”
Banyak sekali makna yang kita ambil dari sebutir beras. Mulai dari padi, nasi, hingga bahan olahan turunan lainnya memiliki filosofi yang beragam. Bersyukurlah kita kepada Tuhan Yang Maha Memberi karena kita telah diberi segalanya hingga kita bisa menikmati nasi. Habiskanlah nasi di piring kalian. Janganlah sekali-kali membuang-buang makanan terutama membuang-buang nasi karena jika selama satu minggu dalam satu keluarga menyisakan nasi di piringnya dan nasi tersebut kita dikumpulkan, mungkinkita bisa memberi makan sepuluh orang yang kelaparan.
Diadaptasi dari berbagai sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya. Jika sekiranya informasi yang saya berikan berguna buat kalian, silahkan isi kotak komentarnya :D