Ilmu dan Pengetahuan

on Jumat, 15 Oktober 2010


Di sebuah kampung, ada seorang tukang ojek motor yang bernama Parmin yang sedang “ngetem” di sebuah jalan. Ia sedang menunggu penumpang. Sambil menunggu, tukang ojek itu ngobrol dengan rekan kerjanya sesama tukang ojek yang bernama Udin. Mereka sedang membahas masalah anak teman mereka yang luar biasa. Dia adalah Surya. Memang kehidupannya sangat sederhana.
Dia sangat pandai sehingga ia saat ini kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta dengan beasiswa penuh yang diterimanya. Jika ada waktu senggang, Surya turut membantu kedua orang tuanya mencari nafkah dengan menjadi tukang ojek dengan motor pinjaman tetangga.
Sedang asyik mengobrol, tiba-tiba Parmin dan Udin dikejutkan dengan suara klakson motor yang memekik nyaring di telinga mereka. Mereka menoleh ke sumber suara. Ternyata orang yang mereka perbincangkan ada di hadapan mereka. Surya pun tersenyum dan memarkir motornya di samping motor Udin. Ia penasaran apa yang sedang dibicarakan oleh kedua rekan kerjanya tersebut. Surya pun bertanya kepada Parmin, apa yang sedang mereka berdua perbincangkan. Lalu Parmin menjelaskan kepada Surya bahwa mereka sangat kagum dengan Surya. Karena ia sangat pandai dan mandiri. Serta penuh inisiatif untuk membanu kedua orang tuanya.

Apa yang hikmah yang bisa kita petik dari penggalan kisah di ataas? Kenapa Surya bisa menjadi tukang ojek padahal ia adalah seorang mahasiswa? Sebaliknya, apakah seorang tukang ojek bisa menjadi mahasiswa? Yang membuat Surya bisa menjadi mahasiswa adalah karena Surya mempunya ilmupengetahuan sedangkan ilmunya mengendarai sepeda motor bisa ia manfaatkan untuk menjadi tukang ojek. Sebaliknya, Parmin dan Udin hanya mempunyai ilmu mengendarai sepeda motor sehingga profesi mereka adalah tukang ojek. Mereka juga tidak mempunyai ilmu pengetahuan untuk menjadi seorang mahasiswa.

Mungkin banyak orang yang bertanya-tanya apa sebenarnya pengertian ilmu? Apakah ilmu sama dengan pengetahuan? Lalu apa pengertian pengetahuan? Apakah ada kaitannya antara ilmu dengan pengetahuan? Saya akan menjabarkannya lebih lanjut.

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.

Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
  1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
  2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
Kesadaran manusia secara garis besar terbagi atas tiga dimensi yang amat penting. Pengalaman, perasaan dan pengetahuan. Ketiga dimensi itu berbeda secara substansif tetapi sangat saling berkaitan. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Dalam perkembangannya, pengetahuan manusia berdiferensiasi menjadi empat cabang utama, filsafat, ilmu, pengetahuan, dan wawasan. Untuk melihat perbedaan antara empat cabang itu, saya berikan contohnya: ilmu kalam (filsafat) fiqih (ilmu), sejarah islam (pengetahuan), praktik islam di Indonesia (wawasan). Bahasa, matematika, logika, dan statistika merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematis, tetapi keempatnya bukanlah ilmu. Keempatnya adalah alat ilmu.

Setiap ilmu (sains) adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan adalah  ilmu. Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun secara sistematis. Bagaimana cara menyusun kumpulan pengetahuan agarmenjadi ilmu? Jawabnya pengetahuan itu harus dikandung dulu oleh filsafat, lalu dilahirkan, dibesarkan, dan diasuh oleh matematika, logika, bahasa, statistika, dan metode ilmiah. Maka seorang yang ingin berilmu perlu memiliki pengetahuan yang banyak dan memiliki pengetahuan tentang logika, maatematika, statistika dan bahasa. Kemudian pengetahuan yang banyak itu diolah oleh suatu metode tertentu. Metode itu adalah metode ilmiah. Pengetahuan tentang metode ilmiah diperlukan juga untuk menyusun pengetahuan-pengetahuan tersebut untuk menjadi ilmu dan menarik pengetahuan lain yang dibutuhkan untuk melengkapinya.

Untuk berpengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan. Adapun untuk berilmu maka metodenya menjadi lebih serius. Tidak sekedar buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan, secara serampangan. Seseorang yang ingin berilmu, pertama kali ia harus membaca langkah terakhir manusia berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan pembacaan langkah terakhir manusia berilmu, kemudian mengadakan penelitian lapangan, membuat pembaahasan secara kritis dan akhirnya barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri.

Apa maksud “membaca langkah terakhir manusia berilmu”? postulat ilmu mengatakan bahwa ilmu itu tersusun tidak hanya secara sistematis, tetapi juga terakumulasi disepanjang sejarah manusia. Tidak ada manusia, bangsa apapun yang secara tiba-tiba meloncat mengmbangkan suatu ilmu tanpa suatu dasar pengetahuan sebelumnya. Katakanlah bahwa sebelum abad renaisasi di Eropa, bangsa Eropa berada dalam kegelapan yang terpekat. Karena larut dalam filsafat skolastik yang mengekang ilmu dan peran gereja. Para ilmuan dan para filsafat itu tentu memiliki guru-guru yang melakukan pembacaan terhadap mereka tentang sampai batas terakhir manusia berilmu di zaman itu. Ilmu kimia abad modern sekarang adalah berpihak pada ilmu kimia, katakanlah abad 10 masehi yang berada di tangan orang-orang Islam. Dan ilmu kimia di abad 10 masehi itu tentu berpihak pula pada ilmu kimia abad 3500 tahun sebelum masehi, katakanlah itu misalnya dari negeri dan zaman Firaun.

Jadi seseorang yang ingin berilmu manajemen, misalnya, maka ia harus mengumpulkan dulu pengetahuan-pengetahuan manajemen yangtelah disusun sampai hari kemarin oleh para ahli ilmu tersebut dan meratang terus kebelakang sampai zaman yang dapat dicapai oleh pengetahuan sejarah.

Cara praktis, cepat, kompatibel, kredibel, aksesibel, dan lain-lain “bel” positif lainnya, untuk berilmu ialah dengan sekolah formal, dari SD hingga S3. Beruntunglah kawan-kawan yang bisa meraih gelar sarjana. Gelar magister dan seterusnya. Memang sekalipun gelar sudah S3 tapi kok masih terasa haus juga terhadap ilmu. Itu karena ilmu yang ada pada dirinya sebenarnya baru sedikit dari khazanah ilmu yang pernah disusun manusia, sedang disusun, dan apalagi jika disbanding dengan ilmu di masa depan sampai hari kiamat nanti.

Batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat adalah logika/daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan "why" dan "how" sedangkan filsafat menjawab pertanyaan "why, why, dan why" dan seterusnya sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran/budi manusia (mungkin juga pertanyaan-pertanyaannya terus dilakukan sampai never ending) oleh Heidegger, setiap telaahan filosofis terdapat unsur-unsur metafisik.
  1. Ilmu adalah pengetahuan yang besifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum.
  2. Konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi dan dapat disistematisasi.
  3. Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas social.
  4. Ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi.
Empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu yg menjadi objek kajian dari ilmu terkait.

Pengertian lain, ilmu pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapat pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkambang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulang kali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.

Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yg didapatkan melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme. Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori, tidak menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah pemikiran logis akal budi. Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui/disadari oleh seseorang.

Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip, dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar dan berguna.

Ilmu pengetahuan adalah suatu proses pemikiran dan analisis yg rasional, sistimatik, logik, dan konsisten. Hasilnya dari ilmu pengetahuan dapat dibuktikan dengan percobaan yang transparan dan objektif. Ilmu pengetahuan mempunyai spektrum analisis amat luas, mencakup persoalan yang sifatnya supermakro, makro, dan mikro. Hal ini jelas terlihat, misalnya pada ilmu-ilmu: fisika, kimia, kedokteran, pertanian, rekayasa, bioteknologi, dan sebagainya.

Ilmu pengetahuan merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalam pengetahuan ilmiah, dan berisikan informasi yang memberikan gambaran tentang struktur dari sistem-sistem serta penjelasan tentang pola-laku sistem-sistem tersebut. Sistem yang dimaksud dapat berupa sistem alami, maupun sistem yang merupakan rekaan pemikiran manusia mengenai pola laku hubungan dalam tatanan kehidupan masyarakat yang diinstitusionalisasikan. Dalam bahasa Inggris dapat dirumuskan sebagai berikut: ‘Science is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge that describes the structure of systems and provides explanation on their behavioural patterns, wether natural or human institutionalized ones’.  Pergerakan yang dialami oleh pengetahuan sederhana menuju pada pembenaran ilmu pengetahuan sehingga menjadi ilmu pengetahuan diperlukan sebuah landasan dan proses sehingga ilmu pengetahuan (science atau sains) dapat dibangun. Landasan dan proses pembangunan ilmu pengetahuan itu merupakan sebuah penilaian (judgement) yang dilibatkan pada proses pembangunan ilmu pengetahuan. Dalam pembangungan ilmu pengetahuan juga diperlukan beberapa tiang penyangga agar ilmu pengetahuan dapat menjadi sebuah paham yang mengandung makna universalitas. Beberapa tiang penyangga dalam pembangunan ilmu pengetahuan itu sebenarnya berupa penilaian yang terdiri dari ontologi, epistemologi dan aksiologi. Perlunya penilaian dalam pembangunan ilmu pengetahuan alasannya adalah agar pembenaran yang dilakukan terhadap ilmu pengetahuan dapat diterima sebagai pembenaran secara umum. Sampai sejauh ini, didunia akademik anutan pembenaran ilmu pengetahuan dilandaskan pada proses berpikir secara ilmiah.

Oleh karena itu, proses berpikir di dunia ilmiah mempunyai cara-cara tersendiri sehingga dapat dijadikan pembeda dengan proses berpikir yang ada diluar dunia ilmiah. Dengan alasan itu berpikir ilmiah dalam ilmu pengetahuan harus mengikuti cara filsafat pengetahuan atau epistemologi, sementara dalam epistemologi dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan memperoleh pengetahuan secara ilmiah disebut filsafat ilmu.
Berikut ini adalah beberapa nilai-nilai yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan:
  1. Teknologi, Teknologi merupakan bagian dari himpunan informasi yang termasuk dalampengetahuan ilmiah yang berisikan informasi preskriptif mengenai penciptaansistem-sistem dan pengoperasian sistem-sistem ciptaan tersebut. Pengertian yangdirumuskan ini tidak membatasi bahwa sistem yang dimaksud hanyalah sistem-sistem fisik (physical systems). Bila dinyatakan dalam bahasa Inggris, maka rumusan tentang teknologi terdahulu dapat dinyatakan sebagai berikut: ‘Technology is a sub-set of the information set on [human] scientific knowledge thatprovides prescriptive information on (a) the creation of systems and (b) the operation ofthose systems’. Bila informasi yang bersifat teknologis dioperasionalisasikan (operationalized), artinya petunjuk-petunjuk yang terkandung di dalam informasi tersebut diikuti dan dilaksanakan, terbentuklah sistem-sistem baru hasil ciptaan orang ataumasyarakat yang mengoperasikan teknologi tersebut. Orang sering memandang sistem-sistem yang terciptakan tersebut sebagai teknologi juga, dan pandangan demikian sebaiknya tak diikuti, karena menimbulkan kerancuan dalam pengembangan pemikiran selanjutnya. Lebih tepat bila sistem yang tercipta itu dinyatakan sebagai fenomena teknolgis atau technological phenomena. Teknologi yang berkorespondensi dengan suatu fenomena teknologis bukanlah yang tampak atau dirasakan sebagai fenomena teknologis tersebut, melainkan informasi preskriptif yang memungkinkan dilaksanakannya tindakan-tindakan hingga suatu sistem yang berupa fenomena teknologis tersebut terbentuk, atau teroperasikan. Teknologi merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terkait dengan penciptaan sistem-sistem, sedangkan‘science’ merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terkait dengan penggambaran dan penjelasan mengenai sistem-sistem yang telah ada. 
  2. Materialis,  Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Sebagai teori materialisme termasuk paham ontologi monistik. Materialisme berbeda dengan teori ontologis yang didasarkan pada dualisme atau pluralisme. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme. Materialisme adalah ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, epistimologi atau penjelasan historis. Ada beberapa macam materialisme, yaitu materialisme biologis, materialisme parsial, materialisme antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme historis.Materialisme adalah sistem pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan Yunani Kuno, dan mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, sistem berpikir ini menjadi terkenal dalam bentuk paham Materialisme dialektika Karl Marx.  
  3. Refleksi/reifikasi,  Reifikasi adalah kecenderungan untuk mewujudkan segala kebudayaan dalam bentuk-bentuk, angka-angka atau kuantitas dan bentuk lahiriah. Kepuasan pekerjaan diukur dari segi material, tingkah laku lahiriah, rupa, suara dan bahasa yang bisa ditangkap oleh pancaindera. Hal ini tampak pada laporan pembangunan yang memperlihatkan keberhasilan-keberhasilan dengan angka, dalam kuantitas dan statistik perkembangan (time-series). Kecenderungan ini seringkali berlebihan misalnya dengan mengukur perasaan cinta, kesenangan, keindahan atau kebahagiaan. Karena itu yang bersifat mental atau rohaniah tidak tampak dan dirasakan. Di sinilah terjadinya pendangkalan pemaknaan kebudayaan. Sukses kesenian umpamanya, diukur dengan nilai komersial suatu pertunjukan. Ekses yang tampak adalah produksi massal dan komersialisasi barang-barang kesenian, yang menjadikan manusia sebagai alat produksi dan objek pemerasan, atau ritualisasi kegiatan ibadah atau bahkan komersialisasi agama. 
  4. Manipulasi, Manipulasi adalah kegiatan yang menyalahgunakan proses dan barang kebudayaan untuk kepentingan yang rendah, misalnya demi keuntungan. Manipulasi ini tampak dalam iklan yang mengelabui orang tentang suatu produk, misalnya melebih-lebihkan khasiat suatu obat atau mengubah informasi dampak negatif suatu barang konsumsi menjadi sesuatu yang bermanfaat. Misalnya memperagakan rokok yang sebenarnya menggangu dan merusak kesehatan menjadi simbol kejantanan atau gaya hidup pria yang terhormat. Maksudnya adalah supaya barang itu laku dijual, padahal pengonsumsian atau penggunaannya akan merugikan, tetapi hal itu disembunyikan dengan mengelabui orang dengan video klip atau film-iklan. Manipulasi itu sering terkesan merupakan pembohongan publik, namun merupakan informasi yang efektif dan mengandung nilai komersial yang tinggi. Di sini yang banyak dimanipulasi adalah hasil karya kesenian atau dakwah keagamaan.  
  5. Pragmatisme, Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.  Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai  sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini.  Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1839-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan  John Locke (1632-1704).  Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme. Pragmatisme, tak diingkari telah menjadi semacam ruh yang menghidupi tubuh ide-ide dalam ideologi Kapitalisme, yang telah disebarkan Barat ke seluruh dunia melalui penjajahan dengan gaya lama maupun baru. Dalam konteks inilah, Pragmatisme dapat dipandang berbahaya karena telah mengajarkan dua sisi kekeliruan sekaligus kepada dunia–yakni standar kebenaran pemikiran dan standar perbuatan manusia– sebagaimana akan diterangkan nanti. Pragmatisme dianggap juga salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme, kendatipun ada pula pengaruh Idealisme Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir paling berpengaruh pada zamannya. Selain John Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles Pierce dan William James.  
  1. individualisme, Individualisasi adalah kecenderungan memecah masyarakat menjadi individu-individu yang dikemudikan oleh kepentingan pribadi (self-interest) yang sempit. Sebenarnya dampak individualisasi itu perlu dibedakan antara individualisme dan egoisme. Individualisme adalah paham yang menghargai individu dan menghormati diri pribadi seseorang yang otonom yang memiliki hak-hak asasi dalam suatu negara atau masyarakat. Individualisme itu melahirkan penghargaan pada diri sendiri, tetapi harus juga menghargai individu yang lain. Individualisme adalah juga penghargaan pada hak-hak pribadi, misalnya hak milik dan kebebasan. Tetapi hak milik dan kebebasan seseorang itu dibatasi oleh hak milik dan kebebasan orang lain. Karena itu, maka individualisme menghasilkan kebebasan dan otonomi individu tetapi juga sekaligus kewajiban-kewajiban asasi individu terhadap masyarakat. Dampak lain individualisasi adalah egoisme, yaitu sikap yang mementingkan diri sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain. Egoisme ini adalah penyimpangan dari tujuan kebudayaan, sedangkan individualisme, jika dipahami dan dipraktekkan secara benar, masih berada dalam ruang lingkup kebudayaan, karena individualisme memberikan penghargaan dan pemuliaan kepada manusia sebagai individu. Namun individualisme ini bisa kebablasan menjadi egoisme karena melepaskan dirinya dari masyarakat. Karena itu maka individualisme harus diimbangi dengan prinsip-prinsip komunitarian karena individu itu tidak mungkin ada atau berfungsi tanpa komunitas. Kombinasi antara individualisme dan komunitarianisme, yang merupakan harmonisasi, jalan tengah dan moderasi itulah yang membentuk kebudayaan.  
Kita sepatutnya bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karena suatu ilmu pengetahuan bisa menuntun manusia ke jalan yang lebih baik. Coba bayangkan jika Tuhan tidak memberikan ilmu pengetahuan kepada hambanya. Apa yang akan terjadi kemudian?

Diadaptasi dari berbagai sumber:

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah mengunjungi blog saya. Jika sekiranya informasi yang saya berikan berguna buat kalian, silahkan isi kotak komentarnya :D